Sunday, January 10, 2010

Lesbian dan GAY

Seolah tidak ada henti-hentinya ‘mengusik’ ketenteraman umat Islam, sekali lagi kelompok Islam Liberal melalui Prof. Dr. Siti Musdah Mulia kembali mengutarakan pendapat berani, kali ini tentang homoseksual dan lesbianisme. Pendapat ini dilontarkan dalam suatu diskusi hari Kamis 27 Maret 2008 yang diorganisir oleh ‘Arus Pelangi’ yang memang merupakan kelompok yang berisi orang-orang berperilaku homoseksual dan lesbian.
Sebenarnya informasi yang kita terima tidak begitu jelas dan lengkap tentang pendapat Siti Musdah Mulia ini, yang dikutip oleh media massa hanyalah merupakan cuplikan-cuplikan kalimat yang terkesan mengarah kepada ‘Islam mengakui homoseksual dan lesbianisme’.
Tidak jelas juga apakah lontaran ini dalam konteks mengeluarkan fatwa atau terbatas kepada wacana yang memerlukan pemikiran lebih mendalam.
Beberapa kalimat yang dikutip antara lain :
Homoseks-Homoseks dan homoseksualitas bersifat alami (wajar) yang diciptakan oleh Allah, seperti itu diizinkan dalam Islam, demikian hasil diskusi yang diselenggarakan di Jakarta itu.
Setelah mengutip QS 49:3 beliau mengatakan :
“Tidak ada perbedaan antara lesbian dan tidak lesbian. Dalam pandangan Allah, orang-orang dihargai didasarkan pada keimanan mereka,” dia juga mengatakan dalam diskusi yang diorganisir oleh NGO, Arus Pelangi. “Dan membicarakan tentang keimanan adalah hak istimewa Allah untuk menghakimi,” ujarnya dikuti koran The Jakarta Post. http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=6605&Itemid=1
Dalam berita lain seperti yang dikutip oleh Kompas, disampaikan pendapat dari Amir Syarifuddin dari MUI yang juga dilontarkan dalam diskusi yang sama :
”ISLAM sebagai agama yang merupakan rahmatan lil alamin atau rahmat terhadap seluruh isi alam, menerima kaum lesbian, gay, biseksual, transeksual dan transgenital (LGBT) sebagai salah satu penghuni alam, namun tidak menerima perilaku homoseksual karena itu bertentangan dengan fitrah manusia. masyarakat harus kembali pada makna yang disepakati tentang LGBT, contohnya homoseksual. Jika tidak, akan kesulitan untuk menentukan sikap dengan tepat.“Kalau homoseksual lebih merujuk kepada makna perbuatan seksnya, saya katakan Islam sudah memiliki sikap yang jelas dan keras terhadap perbuatan homoseksual tapi tidak terhadap orang-orang homonya sendiri”. http://kompas.co.id/read.php?cnt=.xml.2008.03.28.0004428&channel=1&mn=20&idx=22

Bisa jadi apa yg diperjuangkan oleh “Siti” hanya untuk “Menstempel” – perilaku yang menyimpang kaum Gay/Lesbian

Pernikahan Wim (indonesia) dgn Phillip (Belanda) beberapa saat lalu
Kalau dilihat dari kedua pendapat diatas, sebenarnya tidak ada sesuatu yang ‘berbahaya’ terkandung di dalamnya. Apalagi kesan yang muncul ini hanyalah sebatas pelontaran wacana dan pendapat yang tentu saja memerlukan kajian lebih lanjut dan mendalam. Namun muncul juga kesan kalau pendapat tersebut (terutama apa yang dilontarkan Prof. Dr. Siti Musdah Mulia) ‘dipelintir’ oleh organisator diskusi yang memang mencari peluang untuk menjadikan perilaku menyimpang mereka disahkan dan diterima secara yuridis formal dalam masyarakat.
Pada dasarnya homoseksual dan lesbian merupakan naluri yang ada dalam diri manusia, yang muncul dengan penyebab yang bermacam-macam. Ada yang memang karena sudah ‘salah cetak’ dari sononya, ada juga karena perilaku seksual sebelumnya yang menganut faham sex bebas, akibat diumbar sesuka hati, hubungan dengan yang berlainan jenis sudah tidak lagi mempunyai ‘greget’, akhirnya mencari jalan yang tidak lumrah tersebut. Naluri homoseksual dan lesbian tidak bedanya dengan naluri berzina yang kadang muncul dalam diri manusia. Soal naluri berzina setahu saya hampir semua manusia pernah mengalami dorongan seperti ini, tidak peduli apakah orang tersebut ustadz atau kiyai sekalipun. Islam tidak pernah menghukum manusia berdasarkan naluri, karena hukuman dijatuhkan kalau hal tersebut diterapkan dalam perbuatan. Maka nilai keimanan seorang manusia bukanlah tergantung kepada naluri yang muncul dalam dirinya, tapi berdasarkan kesabaran, ketabahan dan kemampuan orang tersebut untuk mengendalikan naluri tersebut agar tidak diteruskan menjadi perbuatan.
Terlihat acara diskusi tersebut memang punya ‘agenda tersembunyi’ dari kelompok Arus Pelangi agar perilaku menyimpang mereka bisa diakomodasikan dalam masyarakat dan sistem hukum Indonesia yang mayoritas beragama Islam ini, sehingga perilaku menyimpang tersebut bisa dijalankan dalam tindakan dan perbuatan tanpa harus takut telah melanggar hukum dan norma masyarakat. Ini sudah terjadi pada beberapa negara Barat yang didominasi oleh masyarakat non-Muslim.

Ijab Kabul syarat mutlak sebuah pernikahan dalam Islam
Kalau dikaitkan dengan penerapan ajaran Islam, agaknya pelaku homoseksual dan lesbian akan ‘membentur tembok’. Katakanlah suatu waktu nanti gerakan ini berhasil menggolkan aturan perkawinan ‘Islam’ untuk kaum homoseksual dan lesbian, maka aturan perkawinan yang sah menurut Islam adalah adanya ijab-kabul, karena ijab-kabul termasuk rukun perkawinan Islam.
Dalam ijab-kabul tersebut intinya ada ‘penyerahan’ dari pihak keluarga perempuan dan ada ‘penerimaan penyerahan’ dari pihak penganten laki-laki, maknanya adalah pihak keluarga perempuan menyerahkan sepenuhnya tanggung-jawab si pengantin wanita kepada suaminya, bahwa si wanita mulai saat itu berada dalam perlindungan dan tanggung-jawab suaminya.

Dibarat (khususnya Belanda) perkawinan Gay sudah masuk dalam UU

Dalam perkawinann sejenis muncul masalah :”Siapa yang menyerahkan dan siapa yang diserahkan..??”, karena dua-duanya sejenis, padahal ijab-kabul merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari jenis laki-laki dan perempuan. Ini berbeda dengan prinsip ‘ijab-kabul’ dalam agama lain, katakanlah menurut ajaran Kristen. Ikrar ini diucapkan oleh pengantin pria dan wanita (bukan pihak keluarga wanita) di depan pastor atau pendeta, keduanya berikrar untuk saling mencinta dan berkasih-sayang, setia dalam keadaan senang ataupun susah, dst. Disini memang terbuka peluang untuk melakukan perkawinan sejenis, karena ikrar tersebut bisa di ucapkan oleh dua orang yang sejenis. Maka bagi kaum homoseksual dan lesbian, kalau memang menginginkan hasrat seksual mereka bisa disahkan dalam suatu aturan agama, sebaiknya mencari peluang diluar ajaran Islam.
Disini terlihat bahwa ajaran Islam mempunyai prosedur yang kokoh dalam melindungi manusia dari penyimpangan-penyimpangan, sama sekali tidak ada peluang untuk menerobosnya, kecuali tentunya kalau tokoh-tokoh Islam Liberal kembali ‘berakrobat’ memaknai hukum Islam sesuai keinginan kaum homoseksual dan lesbian tersebut, seperti yang mereka lakukan dalam memaknai ayat-ayat Al-Qur’an yang lain.
Untuk orang-orang yang punya naluri menyimpang seperti homosksual dan lesbian, kita haruslah menyampaikan bahwa Islam sama sekali tidak pernah menghakimi naluri yang mereka miliki. Kita tetap saja sama-sama makhluk Allah yang berhak hidup di dunia dan berhak untuk medapatkan kasih-sayang-Nya. Yang akan dihakimi oleh Islam adalah apabila naluri tersebut diterapkan menjadi perbuatan, apalagi kalau mengusahakan agar perbuatan tersebut diakomodasikan dan diterima dalam sistem hukum dan norma masyarakat. Daripada menghabiskan waktu untuk menciptakan pranata untuk menyalurkan hasrat seksual, lebih baik mereka mengisi waktu untuk berjihad melawan hasrat menyimpang tersebut karena perjuangan untuk itu akan bernilai tinggi dimata Allah.
* Penulis adalah anggota aktif Forum Swaramuslim.com


di petik dari  http://augustaracing.wordpress.com

No comments:

Followers